Puncak Kasus DBD Biasanya Februari, Pencegahan di Tingkat Keluarga Menjadi Kunci

Thursday, 18 January 2024
Puncak Kasus DBD Biasanya Februari, Pencegahan di Tingkat Keluarga Menjadi Kunci
Puncak Kasus DBD Biasanya Februari, Pencegahan di Tingkat Keluarga Menjadi Kunci

 

indonesiatoday.co.id - Wakil Menteri Kementerian Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyebut bahwa dalam 10 tahun terakhir, kasus dengue/DBD di Indonesia meningkat seiring dengan pergantian iklim. Ia mengatakan, puncak kasus tersebut biasanya ada di bulan Februari.

"Mulai naik di bulan November dan puncaknya terjadi sekitar bulan Februari. Apalagi dengan suhu panas yang sekarang dibawa oleh El Nino," ujarnya dalam Diskusi Publik 'Pentingnya Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga terhadap Ancaman Dengue', Rabu (17/1).
 
Dengan banyaknya kasus DBD itu, Dante mengatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu dari 30 negara endemik dengan kasus tertinggi. Sebagian besar kabupaten/kota mempunyai incidence rate >10/100.000, 
 
"Tetapi ada 26 kabupaten/kota yang sudah mencapai incidence rate >10/100.000," ungkapnya. 
 
Untuk mengatasi hal itu, Kemenkes telah merumuskan strategi nasional penanggulangan dengue 2021-2025 yang mencakup manajemen vektor, surveilans, tatalaksana, partisipasi masyatrakat, komitmen pemerintah dan kajian. 
 
"Oleh karena itu, Pemerintah secara aktif melakukan sosialisasi terkait gerakan masyarakat seperti program 3M Plus," ucapnya.
 
"Sejauh ini, 3M Plus masih menjadi program yang cukup efektif. Namun memang, selain dengan memperkuat program pemberdayaan masyarakat, dibutuhkan upaya yang lebih inovatif untuk pengendalian DBD di Indonesia, seperti pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dan vaksin," imbuhnya.
 
Dante menegaskaan bahwa pemerintah menyambut baik intervensi inovasi melalui vaksin dalam penanganan DBD. 
 
"Untuk itu, kami berkomitmen untuk menjalin kerja sama yang berkesinambungan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti FNM Society dan Koalisi Bersama Lawan Dengue (KOBAR), guna mencapai target utama ‘Indonesia Nol Kematian Akibat Dengue 2030’. Maka, kami mengajak seluruh masyarakat untuk turut serta dalam upaya pencegahan dengue di lingkungannya masing-masing,” paparnya.
 
Sementara itu, Ketua dan Pendiri Farid Nila Moeloek (FNM) Society, dr. Nila Djuwita mengatakan aktivasi peran dari masyarakat dalam memperkuat langkah-langkah pencegahan DBD di tingkat terkecil, yaitu keluarga penting dilakukan untuk mencegah kasus tersebut.
 
"Sebelum kita dapat menggerakkan yang lebih besar di tingkat nasional. Apalagi, semua orang berisiko terkena DBD," ungkapnya.
 
Agenda semacam diskusi bertemakan 'Pentingnya Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga terhadap Ancaman Dengue' bersama para pemangku kepentingan terkait baik untuk berdiskusi dan bersama-sama mencari solusi dalam pencegahan penyakit dengue.
 
dr. Nila menambahkan, beban yang ditimbulkan oleh penyakit DBD berdampak signifkan, baik secara sosial maupun ekonomi. Pasien yang terlambat ditangani dapat berakibat fatal bahkan menyebabkan kematian.
 
"Dan hal ini berisiko lebih tinggi pada anak-anak. Kalau sudah begitu, bukan hanya keluarga yang dirugikan –mulai dari biaya yang dikeluarkan, rasa cemas dan khawatir– tetapi apabila terjadi secara luas bisa menimbulkan kerugian pada negara," pungkasnya.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: jawapos.com

Komentar

Artikel Terkait

Terkini