Kisah Orang-orang yang Menyerah pada Youtube: Resign Demi Jadi Youtuber tapi Gak Cuan, hingga Realita Kehidupan

Sunday, 21 January 2024
Kisah Orang-orang yang Menyerah pada Youtube: Resign Demi Jadi Youtuber tapi Gak Cuan, hingga Realita Kehidupan
Kisah Orang-orang yang Menyerah pada Youtube: Resign Demi Jadi Youtuber tapi Gak Cuan, hingga Realita Kehidupan

INDOZONE.ID - Beberapa tahun belakangan, profesi sebagai influencer atau pemengaruh di platform media sosial YouTube menjadi pilihan banyak orang. Pasalnya, orang-orang dapat mendulang cuan, hanya dengan membuat konten tentang apapun.

Di Korea Selatan, menurut 'Status Pendapatan Pembuat Media Tunggal' Layanan Pajak Nasional yang dirilis oleh kantor Perwakilan Yang Kyung-sook pada Mei lalu mengungkapkan, pendapatan rata-rata tahunan 1% YouTuber terbesar dapat mencapai 713 juta won atau sekitar Rp8,4 miliar.

Dengan cuan besar itu, banyak anak muda yang kemudian lebih memilih untuk bekerja sebagai influencer YouTube.

Bahkan, banyak dari mereka yang nekat keluar dari pekerjaan sebelumnya, untuk menjadi YouTuber penuh waktu.

Baca Juga: Lagi Live Streaming di India, YouTuber Mhyochi Dapat Perlakuan 'Kurang Ajar' dari Stranger

Namun, seiring dengan semakin popolernya media sosial seperti Tiktok dan Instagram, banyak anak muda yang mulai beralih dan membuat konten di platform-platform media sosial tersebut. Pada saat yang sama, banyak pula anak muda yang telah terpukul dengan realita dunia YouTube.

Ilustrasi YouTube. (REUTERS/Lucy Nicholson)

Seorang kritikus budaya populer Kim Heon Sik mengungkapkan, pendapatan YouTuber memang dapat mencapai miliaran rupiah, namun ini sangat sulit untuk dicapai. Kenyataannya, pendapatan rata-rata kelompok 50% terbawah YouTuber hanya sekitar 400.000 won atau setara Rp4,7 juta, hanya 1/5 dari upah minimum di Seoul saja.

“Fenomena ‘yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin’ juga terjadi di industri konten. Menjadi latar belakang hengkangnya para YouTuber,” kata Kim, dikutip Daum, Kamis (18/1).

Para YouTuber tidak hanya kekurangan materi, namun juga ide, yang merupakan akibat dari tidak sembarang konten bisa diterima oleh warganet. Di saat yang sama, untuk membuat konten yang bagus, kadang dibutuhkan biaya besar.

Baca Juga: Profil dan Fakta Menarik Lentari Pagi, Si Cantik dan Seksi yang Ternyata Influencer AI Pertama di Indonesia

“Tidak ada ruang lagi untuk YouTube,” ujar Kim.

"Selama beberapa tahun, banyak orang berusia 20-an dan 30-an telah berubah menjadi YouTuber dan menginvestasikan banyak waktu serta tenaga, namun strukturnya berubah dan menjadikannya lebih sulit mendapatkan keuntungan," imbuhnya.

Kondisi itu masih diperparah dengan ketatnya regulasi yang mengatur para YouTuber. Kini, terlalu banyak kata-kata tabu yang tidak diketahui, dan berbagai permasalahan bermunculan, mulai dari kata-kata yang dianggap tidak pantas oleh pengiklan hingga masalah hak cipta.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: tech.indozone.id

Komentar

Artikel Terkait

Terkini