Transisi Pasca Covid-19, Pemerintah RI Diminta Tinjau Ulang Rencana Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen

Tuesday, 16 January 2024
Transisi Pasca Covid-19, Pemerintah RI Diminta Tinjau Ulang Rencana Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen
Transisi Pasca Covid-19, Pemerintah RI Diminta Tinjau Ulang Rencana Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen

KIAT INDONESIA-Pemerintah Indonesia diminta meninjau ulang rencana kenaikan pajak hiburan 40-75 persen.

Permintaan ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi. Menurut Dede, kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75 persen perlu ditinjau ulang dengan prinsip kehati-hatian. Sebab, menurutnya, Indonesia masih berada pada masa transisi pemulihan pasca Covid-19 termasuk sektor pariwisata.

Menurut Dede, tidak arif jika meningkatkan pemasukan negara lewat pajak saat pelaku industri hiburan sedang berusaha bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi negara.

Baca Juga: Dito Ariotedjo Sambut Baik Cabor Korfball Dipertandingkan di PON 2024 dan SEA Games 2025

Karena itu, ia mengingatkan pemerintah harus melibatkan para pelaku industri dalam pembahasannya agar angka yang ditetapkan rasional.

“Kalau naik dengan angka pajak seperti itu, apakah bisa hidup industri hiburan di Indonesia ini? Saya harap kebijakan ini ditinjau ulang," kata Dede, melansir laman dpr.go.id, Selasa, 16 Januari 2024.

"Ketika pandemi berakhir, sektor pariwisata itu bangkitnya paling belakangan. Tahun 2022 baru bisa bangkit dan tahun ini sedang 'survive'. Kalau naik dengan angka pajak seperti itu, apakah bisa hidup industri hiburan di Indonesia ini? Saya harap kebijakan ini ditinjau ulang oleh pemerintah dengan mempertimbangkan aspirasi para pelaku industri hiburan," kata Dede.

Baca Juga: Pesawat Kecil Ini Jatuh di Kawasan Klub Golf, Pilot dan Satu-satunya Penumpang Lainnya Dilaporkan Tewas

Diketahui, pajak hiburan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Merujuk pada pasal 55, ada 12 subjek pajak untuk Jasa Kesenian dan Hiburan.

Undang-undang ini mengatur tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap; pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; permainan ketangkasan olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; panti pijat dan pijat refleksi; dan diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan mandi uap/spa.

Pajak hiburan Indonesia dinilai naik signifikan hingga minimum 40 persen. Angka ini menempatkan Indonesia pada posisi teratas dibandingkan Singapura sebesar 15 persen, Malaysia sebesar 10 persen, dan Thailand sebesar 5 persen.

Baca Juga: Korea Utara Menabuh Genderang Perang, Hapus Upaya Rekonsiliasi Damai dan Reunifikasi dengan Korea Selatan

Mewakili Komisi X DPR, Dede menyampaikan agar antarlembaga pemerintah saling bersinergi dalam melahirkan sebuah kebijakan. Ia tidak ingin upaya pemerintah untuk menaikan pemasukan negara lewat pajak malah berdampak buruk pada industri pariwisata di Indonesia.

 "Daya beli masyarakat belum naik saat ini. Pariwisata di Indonesia juga sedang berusaha bertahan. Oleh karenanya, saya melihat perlu ditinjau ulang jumlah besarannya (persentase pajak hiburan). Kalau ingin meningkatkan pemasukan lewat pajak, perlu diperhatikan aspirasi para pelaku usaha industri hiburan," kata Politisi Fraksi Demokrat itu.***

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: kiatindonesia.com

Komentar

Artikel Terkait

Terkini