BLITAR indonesiatoday.co.id - Puluhan massa yang tergabung dalam Ormas Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Dinas PUPR Kabupaten Blitar, Senin (29/1/2024).
Massa mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut tuntas dugaan korupsi pembangunan gedung baru Dinas PUPR Kabupaten Blitar.
Ormas GPI menilai, selain menyalahi aturan, pengadaan gedung baru milik Pemerintah Kabupaten Blitar itu juga patut diduga direkayasa. Pasalnya, proses pengadaannya yang melalui penunjukan langsung (PL), namun sebagian anggaran berasal dari pihak lain dan bukan berasal dari APBD saja.
Oleh karenanya, Ormas GPI meminta kepada pihak terkait untuk mengosongkan dan melakukan penyegelan gedung baru tersebut karena proses pengadaannya diduga bermasalah.
"Bahwasanya kegiatan pembangunan gedung baru di Dinas PUPR yang dilaksanakan tahun 2020/2021 ini awalnya kan anggarannya 200 juta rupiah dengan cara penunjukan langsung. Tapi dalam perjalanan pelaksanaannya, ternyata anggaran sebesar itu dirasa belum cukup sehingga ditambah menjadi 300 juta rupiah," ujar Ketua Ormas GPI, Jaka Prasetya (Joko).
Namun kata Joko, penambahan anggaran dari yang awalnya 200 menjadi 300 juta rupiah ini, keuangannya bukan berasal dari APBD melainkan dari pihak pelaksana. Sehingga menurutnya, gedung baru tersebut sebagian haknya (gedung) juga milik pelaksana.
"Karena nilainya di atas 200 juta rupiah, maka sistemnya harus melalui lelang. Jadi ini yang pertama dari unsur perbuatan melawan hukumnya terpenuhi. Kemudian yang kedua mengenai kerugian negaranya, maka itu nanti pihak BPK atau inspektorat yang akan melakukan audit," ungkap Joko.
Baca Juga: Komandan GPI Bela-Belain Tidur di Trotoar Kejaksaan, Kawal Kasus Rumah Dinas Sampai Ada Tersangkanya
Baca Juga: GPI Apresiasi Kejari Blitar Panggil Rahmat Santoso Soal Kasus Rumah Dinas
Baca Juga: Massa GPI Ancam Robohkan Tower di Babadan Wlingi Jika Bupati Blitar Tak Cabut Ijinnya
Komandan GPI inipun menegaskan, jika anggaran untuk pelaksanaan pembangunan gedung baru di Dinas PUPR itu terdapat anggaran dari pihak lain, maka berarti menyalahi peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2020 sebagai pembaharuan peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2014.
"Yang namanya barang milik daerah atau aset itu diperoleh melalui 5 cara yaitu melalui APBD, hibah atau sumbangan, perjanjian atau kontrak kemudian dari peraturan yang berlaku dan karena adanya putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah)," terang Joko.
Sehingga, kata dia, kalau misalnya perkara pembangunan gedung baru Dinas PUPR ini mau dituntaskan akan sulit sekali. Menurut Joko, meski kekurangan yang 100 juta rupiah itu dipenuhi oleh pemerintah daerah, maka harus ada penyerahan dari pihak ketiga yang anggarannya digunakan untuk pembangunan gedung tersebut.
"Itu baru bisa disebut sebagai barang milik daerah. Tapi kalau hanya terpenuhi kekurangan dari 100 itu maka barang (gedung) ini akan tetap menjadi barang yang bersengketa," terangnya.
Joko pun menghargai pihak PUPR yang telah mengosongkan gedung baru tersebut atas inisiatif sendiri.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: cakrawala.co
Komentar