Buruh Terpaksa Korbankan Uang Makan demi Biaya Perkara Gugatan PHI

Wednesday, 20 December 2023
Buruh Terpaksa Korbankan Uang Makan demi Biaya Perkara Gugatan PHI
Buruh Terpaksa Korbankan Uang Makan demi Biaya Perkara Gugatan PHI

indonesiatoday.co.id - Sidang pengujian materiil terkait Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) kembali mengemuka di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (20/12/2023). Permohonan Perkara Nomor 94/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Muhammad Hafidz.

Pada sidang ini, fokusnya adalah pada pendengaran keterangan saksi. Salah satu saksi, Ngadinah, seorang mantan pekerja pabrik sepatu di Tangerang, memberikan kesaksian terkait pelanggaran normatif yang terjadi di perusahaan tempatnya bekerja pada tahun 1995 hingga 2004.

"Saat bekerja di perusahaan tersebut, saya dan rekan-rekan mengalami banyak pelanggaran normatif, termasuk hak cuti haid yang tak diberikan, kebebasan berserikat, dan pelanggaran lainnya," terang Ngadinah di hadapan Ketua MK Suhartoyo.

Ngadinah juga membagikan pengalaman saat terlibat dalam aksi mogok kerja pada tahun 2000. Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut hak-hak dasar seperti kebebasan berserikat, hak cuti haid, uang makan, dan pesangon saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Namun, perjuangan buruh untuk hak-haknya seringkali berujung pada konsekuensi yang berat. Ngadinah juga mengungkapkan bagaimana para buruh terpaksa mengumpulkan uang untuk biaya perkara di pengadilan.

Baca Juga: Donald Trump Dilarang Maju Pilpres Amerika Serikat, Colorado Jadi Negara Pertama Terapkan Amendemen Ke-14

Bagi mereka yang sedang tidak bekerja, hal itu berarti mengorbankan sebagian dari uang makan mereka, bahkan menjual barang milik pribadi untuk bisa mendapatkan akses ke pengadilan.

Permohonan perkara ini fokus pada Pasal 82 dan frasa "putusan Pengadilan Hubungan Industrial" pada Pasal 97 UU PPHI. Pasal 82 menyatakan batas waktu satu tahun untuk mengajukan gugatan PHK, sementara Pasal 97 mengatur putusan pengadilan terkait perselisihan hubungan industrial.

Dalam argumennya, pemohon menyebutkan bahwa biaya perkara di Pengadilan Hubungan Industrial dapat menjadi beban berat bagi buruh.

Terutama ketika putusan mengharuskan pihak yang kalah membayar biaya perkara, namun dalam pelaksanaannya, hal ini seringkali tak terwujud.

Baca Juga: Celine Dion Batal Tur Dunia Karena Sindrom Orang Kaku

Pemohon MK menyimpulkan bahwa Pasal 82 UU PPHI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, frasa "putusan Pengadilan Hubungan Industrial" dalam Pasal 97 dianggap bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak memuat kewajiban untuk menetapkan penerima pembayaran biaya perkara.

Kisah yang diungkapkan oleh para buruh ini menjadi cerminan pahit tentang tantangan yang mereka hadapi dalam meraih keadilan di ranah hukum.

Sidang di MK menjadi panggung utama di mana realitas pahit ini terungkap, menyoroti urgensi perlindungan hak-hak pekerja dalam sistem hukum yang adil dan inklusif.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: teropongpolitik.com

Komentar

Artikel Terkait

Terkini